Selasa, 11 September 2018

SEJAK AWAL AKU MEMANG SALAH


1/
Sejak awal, aku memang salah. Membiarkan jemariku membalas pesan masuk darimu. Platform kesukaanmu, yang juga kesukaanku itu menjadikan aku mengetahui nama lengkapmu. Namamu sempurna, lengkap dengan dua  kata yang tak bisa kulupa dan terus kueja. Diawali dengan konsonan yang indah, diakhiri dengan senyuman dari setiap foto di beranda. Sejak itu, aku suka padamu.

2/
Sejak awal, aku memang salah. Membiarkan aku berlama-lama memandangi layar ponsel, menunggu balasan pesan darimu. Kau yang kutunggu, bukan balasan pesanmu. Aku jatuh kemudian cinta kepadamu. Namun, jawaban tidak langsung bisa aku dapatkan. Sebab, aku belum terlalu berani untuk menyatakan. Yang aku lakukan hanya memandangi layar ponsel, menunggu balasan pesan darimu. Kau yang kutunggu, bukan balasan pesanmu.

3/
Sejak awal, aku memang salah. Menjadikanmu satu-satunya perempuan yang selalu kurindu. Tepat pada hari ketika kita saling membalas pesan dan sapa, aku kembali membuat diriku berani untuk mengatakan sesuatu yang klise, “Mau ketemu, tidak?” Balasan darimu membuatku kembali terjatuh kemudian cinta kepadamu, “Kenapa tidak?” Selain dua kata dari namamu, dua kata barusan adalah yang paling aku suka dan aku cinta. Bayangkan saja, jika setiap kali aku bertanya kepadamu, “Belum makan, kan? Mau makan malam romantis, tidak?” atau “Mau jalan, nonton, atau sekedar bersantai –tapi hanya kita berdua, tidak?” Kemudian kau memberikan jawaban yang kutunggu, “Kenapa tidak?” Disitulah aku akan bersyukur, “Maka ciptaan Tuhan mana lagi yang akan kau rindukan –selain dia?”

4/
Sejak awal, aku memang salah. Membiarkanmu bercerita perihal segala kegiatanmu di kota yang katanya istimewa –dan kau adalah yang paling istimewa. Kau bercerita perihal jalan-jalan di sekitaran Malioboro yang fenomenal itu. Nongkrong manja dengan teman kampus di cafe hits di kota itu. Tugas kuliah praktikum atau istilah keperawatan lainnya yang tidak kupaham. Semua aku dengar kemudian aku ingat. Yang kemudian kau tahu, aku adalah orang yang pandai mengingat sesuatu dan seseorang. Hingga pada akhirnya, kau bercerita tentang dia –dia yang selalu membelikanmu kebab tiap malam, yang tidak terlalu kau puja sebab dia tidak seromantis lelaki lain, namun jika dibandingkan dengan aku, aku kalah. Sebab, aku memiliki jarak yang cukup jauh denganmu. Aku sadar, sesuatu yang tidak dimiliki tetapi ia dekat dengan kita, tetap akan mengalahkan sesuatu yang dimiliki tapi ia jauh dari kita. Malam itu kau berkata, “Aku tidak suka jarak. Maaf…” Dan malam itu juga aku tidur tidak terlalu nyenyak sambil mengutuk jarak dan meminta maaf kepada semesta.

5/
Sejak awal, aku memang salah. Menjadikan telingaku sebagai tempat keluh kesahmu hinggap. Terkadang, ketika bosan, keluh kesahmu terbang menuju sarang yang kausebut dia –dia yang selalu membelikanmu kebab tiap malam; yang tidak terlalu kau puja sebab dia tidak seromantis lelaki lain; yang jika dibandingkan dengan aku, aku kalah. Sebab, aku memiliki jarak yang cukup jauh denganmu. Jika kau berkata bahwa kau merasa sakit karena tidak terlalu disayang dia, sebenarnya aku yang harusnya merasa sakit. Bayangkan saja, hampir setiap malam semenjak balasan chat pertama itu, aku harus mendengarkan cerita perihal jalan-jalanmu yang kurang romantis, perihal pertengkaranmu dengan dia namun tidak menjadikan kalian pisah –padahal itu yang aku harapkan, perihal acara kelulusan atau apalah itu yang di sana kau tidak dianggap karena dia lebih mementingkan keluarganya daripada kau. Jika pada saat itu aku menjadi kau, maka akulah orang pertama yang akan berteriak dari atas podium acara kelulusan itu, “Aku adalah kekasihnya dia. Tolong pujilah dia karena memiliki kekasih secantik aku!” Memang gila, tapi itu tidak segila aku di sini, mengharapkan sesuatu yang tidak bisa terjadi. Aku bersimpuh, barangkali kau telah membaca buku kumpulan cerita Kukila karya M. Aan Mansyur, “Setia adalah pekerjaan paling baik.”

6/
Sejak awal, aku memang salah. Membuatmu mabuk dengan kata-kataku. Entah kenapa, aku sangat terobsesi dengan tokoh Rangga dalam film Ada Apa Dengan Cinta karya Riri Riza. Karakter lelaki puitis lagi misterius menjadikan sosok Rangga bisa membuat sosok Cinta benci kemudian sayang kepadanya. Hanya dengan sebuah puisi. Bayangkan, hanya dengan sebuah puisi. Disitulah aku mengambil kesimpulan, perempuan suka dengan kata-kata –yang seharusnya dilanjutkan dengan pertemuan, jalan-jalan, makan malam, kemudian saling mencinta. Aku menginginkan itu semua. Aku menulis puisi, kau membacanya, suka dengan kata-kataku, suka denganku, kita bertemu, jalan-jalan, makan malam, pada akhirnya kamu bisa kumiliki dengan lengkap. Namun semua tidak sesuai dengan yang aku bayangkan. Harusnya kau yang jatuh kemudian cinta dengan keindahan puisi-puisiku, namun sebenarnya yang terjadi adalah aku yang jatuh kemudian cinta dengan keindahan foto-fotomu. Terkadang, memandangi sketsa wajah seseorang lebih lama adalah cara untuk mencintai dengan ikhlas. Entah, hubungannya apa.

7/
Sejak awal, aku memang salah. Memaksamu untuk merencanakan pertemuan. Di bandara, aku menginginkan kita bertemu di sana. Tepat setelah satu pekan kita saling membalas pesan dan sapa, kau datang memenuhi rencana yang sebenarnya sangat tidak harus dipenuhi. Namun aku akan sangat bangga dan bahagia. Kau bisa saja bangga dan bahagia, tergantung. Dan pada akhirnya kita bertemu. Aku jadi ingat dengan tulisan lamaku yang kuberi judul “Akhirnya kita bertemu.” Menceritakan kisah Gadis, perempuan penyuka senja dan puisi-puisi patah hati, bertemu dengan seorang penulis Cakra, yang kemudian mereka jatuh kemudian cinta setelah memenuhi sebuah pertemuan. Gadis dan Cakra sama seperti kita, berawal dari membalas pesan dan sapa, kemudian saling mambalas kasih dan cinta. Barangkali tulisan itu adalah ramalan, aku tidak pernah berencana untuk bertemu siapapun sebelum menyelesaikan tulisan “akhirnya kami bertemu” itu. Namun ternyata, sekarang aku bisa merencanakan sebuah pertemuan, dan pada akhirnya benar-benar dipertemukan dengan kamu. Walaupun pada hakikatnya, sejak awal aku memang salah. Aku memang salah ketika aku harus membiarkan jemariku membalas pesan masuk darimu; aku memang salah ketika harus membiarkan aku berlama-lama memandangi layar ponsel, menunggu balasan pesan darimu. Kau yang kutunggu, bukan balasan pesanmu; aku memang salah ketika harus menjadikanmu satu-satunya perempuan yang selalu kurindu; aku memang salah ketika membiarkanmu bercerita perihal segala kegiatanmu di kota yang katanya istimewa –dan kau adalah yang paling istimewa; aku memang salah ketika membuatmu mabuk dengan kata-kataku; dan aku memang salah ketika harus memaksamu untuk merencanakan pertemuan, hingga akhirnya kita bertemu dan seperti ini.

8/
Sejak awal, aku memang salah. Tidak menyuruhmu untuk menjadikan ini semua benar sehingga aku tidak menyalahkan diri sendiri. Aku berharap kau menjadikan aku memang tidak salah. Aku berharap, aku berharap..

Lombok, 08-08-2018

2 komentar:

  1. majas yang sering berulang2 membuat pembaca menjadi sedikit tidak terlalu masuk dalam latar cerita tapi nice,

    BalasHapus