Jumat, 16 Februari 2018

BEBERAPA HAL YANG KUDAPAT SETELAH (PERNAH) MENCINTAIMU



Aku ingin menjadi orang yang kesehariannya jarang bicara. Segala kata memiliki porsi yang sama; tak ada, bedanya. Beberapa hal yang ingin aku bicarakan denganmu, tapi karena aku akan dan sudah berjanji ingin menjadi orang yang kesehariannya jarang biacara, maka akan aku tuliskan saja. Beberapa kata akan sulit untuk dipahami, sama seperti alasan kenapa kamu pergi, atau pernyataan-pernyataan lain yang tak jelas maksudnya.
Hari ini tepat empat bulan setelah hari ulang tahunmu. Aku masih ingat, hari itu tidak ada yang bisa aku berikan kecuali puisi ucapan selamat ulang tahun. Aku sudah memberitahu lewat pesan singkat terakhirku, “Aku hanya bisa menulis.” Bersamaku, barangkali kau akan berjalan tanpa alas kaki dan harapan.
1.   Darimu aku belajar mencintai. Setiap hari adalah cinta. Tergantung, siapa dan kapan. Apa dan di mana. Kenapa dan bagaimana. Sedangkan berapa selalu tidak punya pasangan. Sebab, cinta tak pernah ternilai dan tidak berjumlah. Itulah alasan kenapa aku sering bertanya, siapa orang selain aku dan kapan kamu mulai mencintaiku? Apa yang kamu dapatkan dari mencintaiku dan di mana saja kamu akan mencintaiku, apakah hanya di taman, di kamar, atau dicium? Kenapa bisa mencintaiku dan bagaimana caramu mencintaiku? Percayalah, itu adalah rumus mencintaimu.
2.      Ketakutan yang berlebihan. “Aku baik-baik saja” adalah kalimat yang membuat siapa pun di dunia ini menjadi parno. Di Paris, Jepang, Mesir, di Negara-negara yang kita berdua idamkan untuk sekedar berlibur ke sana. Begini kata mereka setelah melihat foto romantis kita berdua: “Semua yang kalian miliki bukanlah sepenuhnya akan kalian miliki, sebagian akan kembali pada dada masing-masing dan sebagian lainnya akan membuat kalian sedih.” Aku teringat dengan ucapan mama saat masih kecil, ketika aku belum mengetahui wujud asli dari angin adalah ingin, dan hubungan tidak akan terasa asyik tanpa ada sentuhan fisik, “Semua yang dari tanah akan kembali pada tanah.” Aku menyimpulkan, hati juga akan seperti itu. Titik! Pada saat yang sama aku mengingat kembali dua hal yang lebih aku takutkan di antara ketakutan yang berlebihan.
3.      Terkadang sendiri itu berdua. Apa yang kamu lakukan ketika rindu? Aku, tentu saja mengingatmu. Selepas kepergianmu, ingatanku seperti jalan raya. Sesekali menjadi kemacetan karena banyak mobil dan bus di sana. Terlalu macet juga aku tidak suka. Ingatanku takkan mampu menahan bising klakson mobil yang melengking bergantian. Aku paling suka membayangkan kamu mengendarai Honda Jazz warna kuning dan aku menunggumu sebagai tukang parkir yang siap menuntunmu ke tempat persinggahan paling sederhana. Dengan begitu, memikirkanmu berulang-ulang, aku tidak pernah merasa kesepian datang menemuiku dengan pelukan paling erat. Mengingatmu adalah caraku memilikimu kembali.
4.      Berbohong. Ketika mencintaimu, terkadang aku memilih bungkam dari pada harus berkata -tidak benar. Seperti pertanyaan-pertanyaan “apakah itu benar?” Tentu jawabannya adalah tidak benar. Musim hujan seperti iklan radio yang didengarkan berulang-ulang tanpa jeda dan cemas. Sama seperti kebohongan-kebohongan yang terbongkar setelah burung itu keluar dari sangkar besinya. Aku membayangkan pertanyaanmu  menjadikanku seperti burung dengan majikan yang memberi minum setiap pagi. Aku berkicau karena takut tidak diberi minum. Terkadang, berbohong adalah belajar mencintai dengan tulus.
5.      Cinta diam-diam dan diam-diam cinta. Cinta adalah perihal kepemilikan; hak dan kewajiban. Cinta itu suara. Aku, lebih memilih untuk cinta diam-diam dan diam-diam cinta. Kepemilikan menjadi alasan kenapa aku memilih cinta diam-diam. Dan kehilangan selalu mengajarkan untuk diam-diam cinta. Kenapa, padahal cinta itu suara? Masa-masa yang indah untuk dikenang adalah awal pertemuan. Sebelum berpisah, ada masa di mana cinta diam-diam adalah raja. Dan pada akhirnya diam-diam cinta menjadi satu-satunya kalimat yang terucap di mulutku seperti janji-janji manis setahun sebelum ulang tahunmu. Aku sadar, kepemilikan dan kehilangan adalah hewan piaraan yang setia; menunggu sebelum hatimu patah, dan tetap menunggu setelah hatimu patah. Cinta itu suara. Aku, lebih memilih untuk cinta diam-diam dan diam-diam cinta.
6.      Terakhir, Mengikhlaskan.  Mataku mendung atau segala bahagia yang dibuatnya kelabu. Lengan kokoh yang kaukatakan tidak lagi menjadi lokomotif yang menuntunmu menuju stasiun terakhir. Ini kisah kita. Puisi selalu menjadi kata-kata indah yang diucapkan di akhir pertemuan. Tidurmu, bangunmu, dan setiap hembusan nadi menjanjikan segala kebahagiaan setiap detaknya. Aku yang mendatangi rumah dan resahmu, memasuki kamar dan jantungmu, dan tidur di atas ranjang berselimutkan namamu. Semua hal bahagia, berkumpul dalam ingatanku; puisi, matamu, juga orang yang menyimpan fotomu di dalam dompet. Aku bahagia bisa mencintaimu. Aku bahagia bisa menciummu. Dan aku bahagia bisa mengikhlaskanmu.

Aku belum cukup kuat untuk menulis semua yang kudapatkan setelah (pernah) mencintaimu. Aku juga sengaja membuat diriku terjebak dalam ingatan yang berisikan tentangmu. Semua! Perihal siapa yang dilupa dan siapa yang melupakan adalah perkara takdir; dengan siapa aku berbahagia dan kamu tidak perlu mencari tahu semua garis ini. 
Setelah membaca beberapa hal yang kudapat setelah (pernah) mencintaimu, ada satu hal yang perlu diketahui, fase mencintai seseorang adalah, belajar mencintai – takut (kehilangan) yang berlebihan – berbohong – cinta diam-diam dan diam-diam cinta – dan harus bisa mengikhlaskan.

Lombok, 2018

0 komentar:

Posting Komentar