//
Selepas hujan
ada banyak kalimat majemuk mengembun di kaca jendela kamar. Tidak banyak yang
bisa dilakukan hujan selain menyentuh bait terakhir sajak perpisahan. Seorang anak
yatim-piatu pernah mengambil sisa kepura-puraan dari pemakaman orang tuanya dan
membunyikannya seperti lonceng sekolah. Ia bertanya-tanya perihal hutan dan
hujan yang ia rangkai menjadi beberapa hari yang akan ia lalui, sendirian.
Tidak ada yang ia takutkan selain tanda kutip pada kalimat langsung kehilangan
nama-namanya. Setiap detik ia percaya jiwa puisi akan abadi dalam keringat dan
air mata. Orang tua adalah sepasang sayap malaikat yang bergetar jika mendengar
rintihan perihnya. Doa dan usaha tidak butuh makan. Baginya, setengah mati
adalah istilah yang digunakan orang-orang separuh ikhlas.
//
Selepas hujan
ia ingin menceritakan kesibukannya perihal merayakan hutang yang sudah setahun
belum dibayar. Di dalam kalimat majemuk yang mengembun di kaca jendela kamar,
ada beberapa kata yang sulit dijelaskan nalar. Entah itu tangisan bayi di dalam
rahin atau aroma kesedihan yang berkali-kali mati kemudian hidup kembali.
Adalah anak yatim-piatu menghitung ingatan-ingatan tentang ayah dan ibunya.
Siapa lagi yang akan menyisir rambutnya dan mengikat tali sepatu ketika berangkat
sekolah? Siapa lagi yang akan memberikan sangu dan wejangan hidup tiap
hari sabtu? Kelak, mimpi-mimpinya menabrak apa pun yang ada di hadapan seperti
lelucon masa kecil yang tak bisa membuatnya berhenti tertawa.
//
Selepas hujan
ia mengingat kembali kata-kata yang sudah tidak berkeluarga. Dihiasi dengan
ikat kepala ia berseru kepada angin yang murah hati dan jiwanya. Seperti ibu
bilang, katanya, sebagian orang akan sedikit melawan kesedihan dan menurunkan
secara perlahan dari pundaknya. Sebagiannya lagi akan memakan dengan lahap dan
menelannya hingga sampai ke kaki. Ia tidak memilih dua-duanya, yang ia lakukan
hanya menaklukkan malam, menjatuhkannya hingga pagi menjelang, dan hujan selalu
turun sore hari menjadikan air matanya banjir seperti pertama kali ia tidak
lagi melihat dirinya sendiri.
Lombok, 2018
Mantap bang
BalasHapusAduh deeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeek
BalasHapus